Sunday, February 8, 2015

Aspek Penting Dalam Perencanaan Usaha Dalam Agribisnis Dan Agroindustri

April 29, 2012 

Aspek Penting Dalam Perencanaan Usaha Dalam Agribisnis Dan Agroindustri

Pada saat seseorang memutuskan untuk memulai usahanya, maka pada saat itu pula ia harus dapat merencanakan kegiatan usahanya dengan baik. Kesalahan dalam perencanaan merupakan suatu langkah awal menuju kegagalan.

Kegiatan perencanaan usaha setidaknya mengikuti beberapa tahapan, antara lain :

1. Menganalisis  situasi  yang  berhubungan  usaha  yang  akan dilakukan.

Pada tahapan ini perlu diketahui situasi dan kondisi pasar yang akan dijadikan obyek usaha, baik yang menyangkut produk yang prospektif (prospek produk), lokasi, karakteristik konsumen, segmen pasar yang akan dirujuk dan semua aspek yang menyangkut kemungkinan usaha apa yang sebaiknya akan dibuat atau dikembangkan. Sumber informasi yang dapat diperoleh untuk mendapatkan gambaran situasi pasar potensial dari usaha yang akan dikembangkan antara lain : Media massa (koran, majalah, televisi, radio), internet, melihat langsung di lapangan (survey pasar) atau informasi yang diperoleh dari teman (kolega) yang mengelola suatu usaha. Berdasarkan informasi awal yang diperoleh maka usaha apa yang akan dilakukan dapat segera dianalisis kemungkinan pelaksanaan dan kelayakannya. Perkiraan target produksi produk dalam kaitan dengan perencanaan usaha dapat ditentukan dengan menggunakan pendekatan perkiraan atau hitungan kebutuhan dari data terkait usaha bidang yang akan dimasuki.

2. Pemahaman tentang organisasi dan tata laksana perusahaan.

Kegiatan berikutnya yang harus dilakukan sebelum memulai berwirausaha adalah bekal pemahaman tentang bagaimana menjalankan suatu usaha baik dari segi pembentukan badan usaha (organisasi usaha), manajemen organisasi usaha maupun pengetahuan tentang manajemen keuangannya. Dalam tahapan ini seorang wirausahawan perlu mengetahui dan menguasai beberapa aspek penting dalam pengelolaan usaha seperti :
a.   Bagaimana menentukan harga pokok dan harga jual produk, penentuan volume produksi (bila produk tersebut diproduksi sendiri) dan perhitungan titik impas usaha, sistem pembukuan keuangan.
b.   Pengetahuan tentang konsep bunga uang (cara hitung bunga) yang diperlukan dalam menentukan seberapa besar tingkat keuntungan perusahaan dapat diperoleh dan untuk antisipasi kegiatan usaha yang sistem keuanganya melibatkan perbankan (misalnya modal diperoleh dari pinjaman bank).
c.   Kemampuan dalam menganalisis alternatif usaha yang paling menguntungkan sehingga usaha yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan dalam jangka waktu yang lama atau bisa dialih generasikan.
d.   Bagaimana cara menjalin kemitraan dengan berbagai pihak terkait dengan dunia usaha, baik itu bank, koperasi, dinas instansi terkait, lembaga riset & pengembangan. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan membuat proposal dan teknik negosiasi sangat dipelukan.

3.   Melakukan studi kelayakan usaha

Sebagai tahapan akhir dari kegiatan perencanaan usaha adalah menganalisis kelayakan ekonomi dari usaha yang akan didirikan. Bekal pengetahuan dasar sebelumnya akan dapat menunjang dalam melakukan analisis kelayakan ekonomi kegiatan usaha. Untuk menganalisis kelayakan ekonomi dari suatu diperlukan perkiraan pendapatan dan pengeluaran biaya yang akan terjadi seandainya usaha tersebut jadi dilaksanakan. Oleh karena pada tahapan ini baru berupa perencanaan, maka dalam analisisnya diperlukan harga atau nilai-nilai perkiraan. Apabila kriteria kelayakan ekonomi terpenuhi, maka kegiatan usaha dapat dilakukan.

4.   Mengelola sistem produksi dalam berusaha dengan cara yang efektif dan efisien

Kegiatan ini terkait dengan bagaimana memadukan unsur Manusia, Mesin, Material (bahan baku), Metode Kerja, Modal Kerja, dan Memasarkan Produk dengan seefektif dan seefisien mungkin.

5.   Menjaga usaha yang dilakukan agar berkesinambungan dengan mengacu pada kaidah 3K yaitu : KAPASITAS, KUALITAS dan KONTINYUITAS.

Kaidah ini mengandung makna bahwa usahakan kegiatan usaha selalu memenuhi kapasitas standar bagi pemenuhan target produksi yang direncanakan dengan tidak melupakan unsur kualitas produk yang baik dan terjaga (kesehatan, penampakan, aman, dan manfaat) serta dapat diproduksi secara kontinyu (berkesinambungan).

Pedoman Menghitung Kelayakan Usaha Agribisnis Dan Agroindustri 

Setiap pelaku usaha selalu menginginkan usahanya tidak rugi, oleh karenanya pada awal kegiatan memulai usahanya terlebih dahulu dilakukan perhitungan sederhana atau kalkulasi apakah kegiatan usaha yang akan dilakukan tersebut menguntungkan ataukah tidak.

Cara untuk memperkirakan apakah usaha yang akan dilaksanakan itu menguntungkan atau tidak adalah dengan menghitung beberapa item biaya dan pendapatan sebagai berikut :
  1. Perkiraan biaya investasi untuk kurun waktu usaha tertentu
  2. Perkiraan biaya produksi (operasi produksi)
  3. Perkiraan pendapatan selama periode usaha tertentu 
  4. Perhitungan  nilai  bersih  usaha dengan mempertimbangkan aspek bunga bank
  5. Perhitungan periode pengembalian investasi

CONTOH KASUS

Contoh Profil Usaha Budidaya dan Pemasaran Produk Jamur Shimeiji

Pendahuluan

Berdasarkan penelitian, di dunia dikenal lebih dari 2.000 jenis jamur yang dapat dimakan, 50 jenis diantaranya telah dibudidayakan di Indonesia dan dapat dimakan. Jamur yang umum dibudidayakan untuk tujuan komersial antara lain jamur kuping (Auricularia polytricha), jamur payung/shiitake (Lentinus edodes) dan jamur tiram putih/shimeiji (Pleurotus ostreatus). Dari kandungan gizinya jamur segar lebih banyak mengandung protein nabati dibandingkan dengan jenis sayuran lainnya. Sebagai contoh jamur kuping, kadar proteinnya 7,7% dan karbohidratnya mencapai 73,6%. Selain itu jamur bermanfaat untuk menguatkan tubuh, anti tumor, anti virus, anti bakteri dan bisa menurunkan kolesterol (Trubus, 1988).
Prospek memasyarakatkan jamur kayu di Indonesia cukup besar hal ini didasarkan hasil penelitian Suprapti dalam Trubus (1988) yaitu bahwa dengan menguji rasa, aroma, konsistensi, pengolahan dan tingkat pengenalan terhadap jamur tiram pink, tiram putih dan jamur kuping pada kelompok etnik Sunda, Jawa dan Luar Jawa (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Ambon) ternyata jamur-jamur yang ditanam pada limbah industri dapat diterima oleh masyarakat sebagai sumber makanan tambahan. 
Dalam pemakaian bahan bahan baku produksi jamur sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal seperti :
  1. Media tanam dapat diganti-ganti dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh.
  2. Prinsip untuk media tumbuh jamur adalah limbah .yang mengandung selulosa dan lignin seperti jerami, daun pisang, ampas tebu, tongkol jagung, sekam padi, dedak, sisa Ampas kapas, kulit kacang tanah dan serbuk gergaji.
  3. Penggunaan bahan baku yang murah harganya dan diusahakan dengan cara memanfaatkan limbah pertanian yang jumlahnya besar, sebagi contoh misalnya serbuk gergaji (limbah kayu gergajian). Bila serbuk gergaji merupakan 40% dari masukan kayu dengan perkiraan kebutuhan kayu rata-rata di suatu daerah sekitar 50 ribu meter kubik/tahun, maka jumlah serbuk gergaji yang dapat dimanfaatkan akan mencapai sekitar 20 ribu meter kubik/tahun dan ini jumlah yang sangat besar dan sangat menguntungkan.

Pada dasarnya banyak elemen usaha budidaya jamur shimeiji yang dapat dijadikan sumber usaha, antara lain :
  1. Penyediaan bibit.
  2. Penjualan produk jamurnya itu sendiri.
  3. Penjualan produk olehan dari jamur dalam kemasan.

Masing-masing produk yang dikembangkan akan memiliki nilai jual yang berbeda-beda tergantung dari kreatifitas dan cara peningkatan nilai tambahnya. Untuk melihat kelayakan usaha budidaya dan pemasaran jamur shimeiji ini perlu diketahui berapa kebutuhan investasi .

Kebutuhan Investasi

Pada dasarnya ada dua modal yang diperlukan untuk melakukan usaha budidaya jamur shimeiji, yakni modal tetap dan modal variabel. Modal tetap dalam hal ini adalah modal yang diperlukan untuk mengadakan fasilitas berupa peralatan dan bangunan tempat produksi. Sedangkan modal berjalan atau modal variabel adalah modal yang diperlukan untuk kegiatan operasional proses produksi selama kegiatan usaha tersebut berlangsung hingga periode waktu tertentu. Untuk memudahkan dalam perhitungan diasumsikan bahwa semua peralatan dan bangunan yang termasuk ke dalam modal tetap atau asset tetap tersebut memiliki umur teknis yang sama yaitu untuk jangka waktu operasi selama 3 tahun. Data lengkap untuk perhitungan modal tetap dan modal berjalan usaha budidaya jamur shimeiji ini adalah sebagaimana disajikan pada tabel berikut :

Perhitungan modal tetap di atas belum termasuk kebutuhan dana atau modal untuk menjalankan usaha budidaya jamur shimeiji, seperti : dana untuk pembelian bibit, serbuk gergaji, dedak, kapur, tepung jagung dan bahan-bahan lainnya. Sedangkan untuk dana operasional (modal berjalan) perinciannya adalah sebagai berikut :

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa untuk investasi fasilitas peralatan dan bangunan (modal tetap atau asset tetap) selama 3 tahun produksi jamur shimeiji diperkirakan sebesar Rp. 5.058.000,-sedangkan modal berjalan atau modal yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan budidaya jamur tersebut selama satu tahun adalah sebesar Rp. 13.202.500,- dengan luasan produksi satu hektar dan kapasitas produksi per tahun sebesar 6400 kg. Total dana yang harus disediakan untuk menjalankan usaha budidaya jamur shimeiji ini untuk satu tahun berdasarkan data dari petani jamur dan data dari berbagai literatur adalah sebesar Rp. 18.260.500,-, yakni dana untuk modal tetap dan modal operasional produksi jamur selama 1 tahun.

 Penentuan Harga Pokok Produksi dan Harga Jual Produk

Setelah biaya investasi awal ditetapkan, data lain yang diperlukan untuk menganalisis kelayakan usaha produksi dan pemasaran jamur adalah data biaya pokok atau harga pokok produk dalam jumlah tertentu. Menurut informasi yang diperoleh dari petani dan literatur diketahui bahwa untuk luas areal produksi 1 hektar per tahun dapat dihasilkan jamur shimeiji sebanyak 2 x 3200 kg (2 musim per tahun) atau sebanyak 6400 kg dengan harga jual jamur shimeiji per kg adalah Rp. 5.000,- Perhitungan harga pokok produk per kg selengkapnya disajikan pada Tabel 7.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa harga pokok jamur shimeiji per kg sebesar Rp. 4.079,- dengan harga jual jamur yang umum di pasaran adalah sebesar Rp. 5.000 per kg. Dengan demikian dari setiap kg jamur yang terjual diperoleh keuntungan kotor sebesar Rp. 921,- atau untuk kapasitas produksi per tahun 6.400 kg yang terjual habis akan diperoleh keuntungan kotor sebesar Rp. 5.894.400,- per tahun. Harga pokok produksi jamur sebesar Rp. 4.079 tersebut adalah merupakan biaya variabel yang dapat digunakan untuk menentukan titik impas produksi jamur dalam kurun waktu produksi tertentu (misalnya dalam periode produksi tahunan). Untuk melihat periode pengembalian investasi menurut titik impas modal usaha (Break even Point) diperlukan data biaya tetap per tahun dari investasi awal, biaya pokok per satuan produk dan harga jual per satuan produknya. Data yang diperoleh untuk menentukan titik impas tersebut disajikan pada Tabel 8.


Tabel. Contoh Perhitungan untuk Penentuan Harga Pokok Produksi
dan Harga Jual Produk Jamur shimeiji
NO JENIS BIAYA
TOTAL BIAYA (Rp)
I BIAYA PRIMER (BAHAN & BURUH LANGSUNG)

A Bahan Langsung

1 Bibit jamur 450 botol @ Rp. 3000/6 bulan
2.700.000
B Buruh Langsung

1 Pencampuran media 20 HKP @ Rp. 7000/6 bulan
280.000
2 Pengisian polibag 100 HKW @ Rp. 5000/6 bulan
1.000.000
3 Sterilisasi 20 HKP @ Rp. 7000/6 bulan
280.000
4 Pemeliharaan 30 HKP @ Rp. 7000/6 bulan
420.000
JUMLAH BIAYA PRIMER (A + B)
4.680.000
II BIAYA TAK LANGSUNG

A Bahan Tak Langsung

1 Serbuk gergaji 7,5 ton @ Rp.60000/6 bulan
900.000
2 Dedak halus 1,5 ton @ Rp. 600000/6 bulan
1.800.000
3 Gips 75 kg @ Rp. 1500/6 bulan
225.000
4 Kapur (CaCO3) 225 kg @ Rp.400/6 bulan
180.000
5 Tepung jagung 150 kg @ Rp.2000/6 bulan
600.000
6 TSP 12,5 kg @ Rp. 3500/6 bulan
87.500
7 Plastik (25 x 35 cm2) 75 kg @ Rp.7500/6 bulan
1.125.000
8 Minyak tanah 1500 liter @ Rp. 400/6 bulan
1.200.000
9 Cincin bambu 10000 buah @ Rp. 50/6 bulan
1.000.000
10 Karet cincin 6 kg @ Rp. 15000/6 bulan
180.000
11 Kapas sumbat 15 kg @ Rp. 7500/6 bulan
225.000
B Buruh Tak Langsung

1 Panen 100 HKW @ Rp. 5000/ 6 bulan
1.000.000
C Biaya Tak Langsung Lainnya
0
JUMLAH BIAYA TAK LANGSUNG (A+B+C)
8.522.500
III BIAYA PRODUKSI (BIAYA I + II)
13.202.500
IV BIAYA KOMERSIAL

A Biaya Administrasi

1 Gaji pegawai per tahun
9.000.000
2 Belanja administrasi per tahun
3.000.000
B Biaya Pemasaran

1 Biaya pemasaran dan advertensi per tahun
900.000
JUMLAH BIAYA KOMERSIAL (A + B)
12.900.000
BIAYA POKOK (HARGA POKOK)

V = BIAYA PRODUKSI + BIAYA KOMERSIAL (untuk 6400 kg produksi jamur per tahun)
26.102.500
BIAYA POKOK (HARGA POKOK) PER KG JAMUR
4.079
HARGA JUAL PER KG JAMUR
5.000
KEUNTUNGAN KOTOR PER KG JAMUR
921
Titik impas (BEP) dalam hal ini dihitung dengan menggunakan persamaan
Biaya Tetap per tahun
BEP   =—- ——————————————————————–
(Harga jual produk/kg – Biaya variabel produk/kg)

Dimana:  Biaya tetap produksi jamur (BT) = Rp. 2.654.236
Harga jual produk per kg                             = Rp. 5.000

Biaya variabel produk per kg                      = Rp. 4.079

2.654.236
BEP   =——————————— = 2.882 kg
5.000 – 4.079


Berdasarkan nilai BEP dapat disimpulkan bahwa titik impas untuk usaha budidaya jamur shimeiji ini adalah pada kapasitas produksi minimum 2.882 kg atau pada saat produksi awal investasi sudah dapat kembali lagi (yakni pada 6 bulan pertama dengan kapasitas produksi 3.200 kg).

Perhitungan Kelayakan Ekonomi Usaha

Untuk memperkirakan tingkat pendapatan dan biaya selama jangka waktu analisis usaha produksi jamur shimeiji diperlukan data harga pokok produksi dan harga jual produk dari hasil perhitungan sebelumnya. Diasumsikan bahwa usaha budidaya jamur shimeiji ini berproduksi pada kapasitas rutin selama 3 tahun sebesar 6.400 kg, sehingga perkiraan biaya tahunan dan penerimaan tahunannya dapat dihitung sebagai berikut :


Tabel. Perkiraan Biaya dan Penerimaan Penjualan Jamur Shimeiji

PERKIRAAN PENDAPATAN
Tahun Jumlah produk Satuan Harga jual (rp) Total pendapatan (rp)
Tahun 0 - - -
Tahun 1 6.400 kg 5.000
32.000.000
Tahun 2 6.400 kg 5.000
32.000.000
Tahun 3 6.400 kg 5.000
32.000.000 + 505.800
*)
PERKIRAAN BIAYA
Tahun Jumlah produk Satuan Harga pokok (rp) Total biaya (rp)
Tahun 0 - -
5.058.000 **)
Tahun 1 6.400 kg 4079***)
26.105.600
Tahun 2 6.400 kg 4079
26.105.600
Tahun 3 6.400 kg 4079
26.105.600
Keterangan :
*) Pendapatan dari hasil penjualan produk dan nilai akhir asset
**) Biaya investasi peralatan dan bangunan (asset tetap).
***) Harga pokok sudah termasuk komponen biaya tetap tahunan

Perhitungan kelayakan ekonomi untuk produksi jamur shimeiji selama 3 tahun kegiatan usaha (disesuaikan dengan perkiraan umur teknis peralatan dan bangunan / asset tetap untuk budidaya jamur) adalah sebagai berikut :


Tabel. Hasil Perhitungan Kelayakan Ekonomi Produksi Jamur Shimeiji
Selama 3 Tahun Produksi

PERHITUNGAN NILAI SEKARANG PENDAPATAN
Untuk tingkat suku bunga 12% per tahun
TAHUN FAKTOR PENDAPATAN NILAI SEKARANG
Tahun 0 1.0000 -
Tahun 1 0.8929 32.000.000
28.572.800
Tahun 2 0.7972 32.000.000
25.510.400
Tahun 3 0.7118 32.505.800
23.137.628
Total Nilai Sekarang Pendapatan
77.220.828
PERHITUNGAN NILAI SEKARANG BIAYA
Untuk tingkat suku bunga 12% per tahun
TAHUN FAKTOR BIAYA NILAI SEKARANG
Tahun 0 1.0000 5.058.000
5.058.000
Tahun 1 0.8929 26.105.600
23.309.690
Tahun 2 0.7972 26.105.600
20.811.384
Tahun 3 0.7118 26.105.600
18.581.966
Total Nilai Sekarang Biaya
67.761.040
Net Present Value (Pendapatan – Biaya)
9.459.788
BC Ratio (Nilai sekarang
1.14
Pendapatan/Biaya)

IRR
51,03%
Keterangan : Nilai sekarang = faktor bunga x pendapatan atau biayanya.
Faktor bunga yang dihitung adalah (P/F,i%,n)

Dengan melihat nilai NPV > 0; BC Ratio > 1 dan IRR > suku bunga analisis yang berlaku saat ini di pasar (MARR = 12% per tahun), dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya jamur shimeiji ini secara ekonomi menguntungkan dan memiliki prospek ekonomi yang baik.

IRR dalam hal ini diperoleh dengan cara coba-coba untuk tingkat suku bunga yang berbeda. Pada suku bunga 12% diperoleh NPV sebesar Rp. 9.459.788 sedangkan pada suku bunga 15% diperoleh NPV sebesar Rp. 8.732.658 Ke dua NPV pada masing-masing tingkat suku bunga tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan IRR, yaitu :
IRR = i1 – NPV1 * (i2 – i1)/(NPV2-NPV1)
IRR   = 12% – 9.459.788 * (15% – 12%)/(8.732.658 – 9.459.788) = 12% + 39,03% = 51,03%

Dari data hasil perhitungan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha dalam bidang produksi dan pemasaran produk jamur shimeiji secara ekonomi menguntungkan. Gambaran keuntungan yang diperoleh dalam hal ini belum termasuk nilai tambah yang didapatkan dari hasil penjualan produk lainnya yaitu : bibit jamur shimeiji (kultur awal) dan produk olahan lainnya dengan bahan baku dari jamur shimeiji. Dengan demikian wirausaha dalam pemasaran produk jamur shimeiji ini memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan lebih lanjut.

Selain dengan BEP perhitungan periode pengembalian investasi dapat pula dihitung dengan menggunakan cara periode kembali (pay back period) yaitu dengan cara sebagai berikut :

Tabel. Perhitungan Periode Pengembalian Investasi
TAHUN
TOTAL PENDAPATAN (Rp)
TOTAL BIAYA (Rp)
TOTAL SALDO (Rp)
Tahun 0
0
5.058.000
- 5.058.000
Tahun 1
32.000.000
26.105.600
836.400
Tahun 2
32.000.000
26.105.600
6.730.800
Tahun 3
32.505.800
26.105.600
13.131.000

Dari tabel di atas diketahui bahwa periode pengembalian investasinya pada tahun 1 (pertama). Hal ini sesuai dengan perhitungan BEP dimana modal kembali sekitar 6 bulan pertama usaha tersebut berjalan.

Peranan Agroindustri Dalam Perekonomian Indonesia, Masa Lalu, Sekarang dan Masa Datang

April 29, 2012 · Filed under

Definisi Agroindustri 

Banyak definisi yang pernah dikemukakan tentang Agro Industri. Beberapa diantaranya:
  1. Agroindustri adalah industri yang memberi nilai tambah pada produk pertanian dalam arti luas termasuk hasil laut, hasilk hutan, peternakan dan perikanan (Handito Hadi Joewono)
  2. Agribisnis adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan subsistem input, subsistem produksi, subsistem pengolahan (agro-industri), subsistem pemasaran hasil dan sub sistem penunjang. Agro-industri adalah usaha yang berkaitan dengan pengolahan yang melibatkan kegiatan pengolahan, pengawetan, penyimpanan, dan pengepakan hasil pertanian khususnya hasil budidaya pesisir dan laut (Ngangi, E.L.A. 2001)

Prinsip-prinsip Agroindustri 

Wibowo (1997) mengemukakan perlunya pengembangan agroindustri di pedesaan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar diantaranya:
  1. Memacu keunggulan kompetitif produk/komoditi serta komparatif setiap wilayah,
  2. Memacu peningkatan kemampuan suberdaya manusia dan menumbuhkan agroindustri yang sesuai dan mampu dilakukan di wilayah yang dikembangkan,
  3. Memperluas wilayah sentra-sentra agribisnis komoditas unggulan yang nantinya akan berfungsi sebagai penyandang bahan baku yang berkelanjutan,
  4. Memacu pertumbuhan agribisnis wilayah dengan menghadirkan subsistem-subsitem agribisnis,
  5. Menghadirkan berbagai sarana pendukung berkembangnya industri pedesaan.

Pengembangan agroindustri sebagai pilihan model modernisasi pedesaan haruslah dapat meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani. Untuk itu perumusan perencanaan pembangunan pertanian, perlu disesuaikan dengan karakteristik wilayah dan ketersediaan teknologi tepat guna. Sehingga alokasi sumberdaya dan dana yang terbatas, dapat menghasilkan output yang optimal, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Agar model pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dapat terwujud diperlukan pedoman pengelolaan sumberdaya melalui pemahaman wawasan agroekosistem secara bijak, yaitu pemanfaatan asset-aset untuk kegiatan ekonomi tanpa mengesampingkan aspek-aspek pelestarian lingkungan.


Tujuan & sasaran Agroindustri 

Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan agroindustri perdesaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan melalui upaya peningkatan nilai tambah dan daya saing hasil pertanian. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengembangan agroindustri perdesaan diarahkan untuk:
  1. Mengembangkan kluster industri, yakni industri pengolahan yang terintegrasi dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya,
  2. Mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar, dan
  3. Mengembangkan industri pengolahan yang punya daya saing tinggi untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri (www.litbang.deptan.go.id)

Ruang Lingkup Industri Pertanian (Agroindustri)

Pada saat terjadi krisis ekonomi tahun 1998, industri yang mengandalkan teknologi tinggi, didukung oleh investasi padat modal yang sebagian besar modalnya hutang dari luar negeri  serta sebagian peralatan dan bahan bakunya impor ternya keadaannya sangat rapuh. Satu demi satu industri tersebut gulung tikar sehingga menimbulkan pengangguran tinggi serta pertumbuhan ekonomi yang negative. Keadaan sebaliknya terjadi pada industri yang berbasis sumberdaya alam, investasi padat karya, tidak tergantung impor dan tidak menggunakan hutang luar negeri. Industri ini masih hidup dan berkembang dan menghasilkan pertumbuhan yang positif meskipun kecil. Sektor tersebut adalah agroindustri (industri pertanian).

Agroindustri adalah industri yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik produk akhir (Finish Product) maupun produk antara (Intermediate Product). Sebenarnya agroindustri ada dua yaitu seperti pengertian tersebut di atas yang disebut agroindustri hilir dan agroindustri hulu yaitu industri yang menghasilkan produk-produk berupa alat dan mesin pertanian, sarana produksi pertanian dan bahan-bahan yang diperlukan oleh sector pertanian (Masyhuri, 2000). Agroindustri mencakup penanganan pasca panen, industri pengolahan makanan dan minuman, industri biofarma, industri bioenergi, industri pengolahan hasil ikutan (by-product) serta industri agrowisata. Dalam pembahasan selanjutnya pengertian agroindustri dibatasi dengan pengertian yang sempit yaitu agroindustri hilir.

Industri pengolahan hasil pertanian yang berkembang meliputi indistri hasil pertanian besar (pabrik), industri menengah dan kecil dan industri rumah tangga. Menurut Biro Pusat Statistik (2001) industri dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu:
  1. Industri rumah tangga dengan tenaga kerja 1-4 orang
  2. Industri kecil dengan tenaga kerja 5-19 orang
  3. Industri sedang atau  menengah dengan jumlah tenaga kerja 20-99 orang
  4. Industri besar jumlah tenaga kerjanya lebih dari 100 orang.
Jumlah perusahaan industri pengolahan hasil pertanian (makanan) pada tahun 2000 yang merupakan industri menengah dan besar sebanyak 5.612 unit,  industri kecil sebanyak 82.430 unit dan yang merupakan industri rumah tangga sebanyak 828.140 unit. Hal ini menunjukkan bahwa industri pengolahan hasil pertanian  sebagian besar termasuk dalam industri kecil dan industri rumah tangga.   Pengembangan industri kecil dan rumah tangga harus diarahkan untuk meningkatkan kemampuannya, sehingga mampu bersaing di pasar domestik, sesuai dengan ciri-ciri industri ini yaitu:
  1. Kebanyakan mengolah bahan baku alam di sekitarnya, dan tidak terlalu tergantung impor
  2. Umumnya dikerjakan oleh keluarga dan kerabatnya dengan tidak ada pembagian tugas yang jelas
  3. Hasil produksinya dijual tidak dengan promosi yang dipasarkan dalam pasar lokal dalam radius yang sempit sehingga biaya distribusinya tidak mahal

Agroindustri Berkelanjutan

Konsep agroindustri berkelanjutan muncul bersamaan dengan adanya perusahaan agroindustri yang baru didirikan tetapi tidak berumur panjang. Banyak contoh menunjukkan adanya perusahaan agroindustri yang pada mulanya berkembang pesat, namun akhirnya tutup karena berbagai alasan, diantaranya karena kesalahan manajemen, kekurangan bahan baku atau kurangnya konsumen yang membeli produk agroindustri tersebut. Perusahaan agroindustri yang tutup juga tidak mengenal skala usaha, apakah perusahaan skala besar, menengah atau kecil.

Pembangunan agroindustri berkelanjutan adalah pembangunan agroindustri yang mendasarkandiri pada konsep berkelanjutan. Jadi egroindustri dibangun dan dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek-aspek manajemen dan konservasi sumber daya alam. Teknologi yang digunakan serta kelembagaab yang terlibat dalam proses pembangunan diarahkan untuk memenuhi kepentingan manusia masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Ciri-ciri agroindustri berkelanjutan yaitu :
  1. Produktivitas dan keuntungan dapat dipertahankan atau ditingkatkan dalam waktu yang relatif lama sehingga memenuhi kebutuhan manusia pada masa sekarang atau masa mendatang
  2. Sumberdaya alam khususnya sumber daya pertanian yang menghasilkan bahan baku agroindustri dapat dipelihara dengan baik bahkan dapat ditingkatkan, karena keberlanjutan agroindustri sangat tergantung dari tersedianya bahan baku.
  1. Dampak negatif dari adanya pemanfaatan sumber daya alam dan adanya agroindustri dapat diminimalkan.

Kontribusi Agroindustri

Dalam sistem agribisnis, agroindustri adalah salah satu sub sistem yang bersama-sama sub sistem lain membentuk sistem agribisnis. Sistem agribisnis terdiri dari sub sistem input (agroindustri hulu), usahatani (pertanian), output (agroindustri hilir), pemasaran dan penunjang. Dengan demikian pembicaraan mengenai agroindustri tidak dapat dilepaskan dari pembangunan agribisnis secara keseluruhan.

Pembangunan agroindustri di tanah air merupakan suatu keharusan dalam rangka menuju masyarakat industri yang berbasis pertanian. Hal ini disebabkan karena mayoritas masyarakat pedesaan menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian, adanya ketimpangan antara kota dan desa sehingga urbanisasi cukup tinggi dan tingkat pendapatan yang rendah, pengangguran yang tinggi , devisa yang kecil serta katahanan pangan yang lemah.

Pada sisi lain, kegiatan di sektor pertanian (on farm) saat ini merupakan sumber penghasilan sebagian besar masyarakat pedesaan, tetapi belum dapat memberikan kehidupan yang layak karena nilai tambah dari kegiatan on farm pada umumnya belum dapat dinikmati oleh masrarakat pedesaan. Hal ini antara lain disebabkan oleh belum mampunya produk-produk pertanian merespon perubahan tuntutan konsumen saat ini yang menuntut kualitas tinggi, kontinyuitas pasokan ketepatan waktu penyampaian, serta harga yang kompetitif.

Pengembangan agroindustri akan dapat meningkatkan permintaan hasil-hasil pertanian sehingga meningkatkan produksi, harga hasil pertanian dan pendapatan petani. Perkembangan sektor pertanian akan meningkatkan permintaan sektor agroindustri hulu, sektor pemasaran dan sektor penunjang (keuangan, asuransi, konsultasi dan Pendidikan). Dengan demikian pengembangan sector agroindustri mempunyai efek pengganda (multiplier effect) yang besar.

Paling sedikit ada lima alasan utama, mengapa agroindustri penting untuk menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional masa depan, yaitu :
  1. Industri pengolahan mampu mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompatitif yang pada akhirnya memperkuat daya saing produk agribisnis Indonesia
  2. Memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional secara keseluruhan
  3. Memiliki keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir (forward and bacward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan sektor-sektor lainnya
  4. Memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang dapat diperbaharui sehingga terjamin sustainabilitasnya
  5. Memiliki kemampuan untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional dari pertanian ke industri dengan agroindustri sebagai penggeraknya

Peluang dan Kendala Pengembangan Industri Pertanian (Agroindustri)

Agroindustri di Indonesia mempunyai peluang dan kelebihan untuk dapat dikembangkan karena banyak hal. Bahan bakunya seperti ketela pohon, sagu, buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman perkebunan, ikan laut  dan hasil hutan mempunyai potensi berlimpah. Sebagian besar penduduk indonesia tergantung dari sektor pertanian. Kandungan bahan baku agroindustri yang berasal dari impor relatif rendah. Usaha agroindustri terutama sektor pertanian mempunyai keunggulan komparatif. Pada era perdagangan bebas, tidak ada lagi restriksi terutama restriksi non tarif sehingga pengembangan pasar ke luar negeri mempunyai peluang yang besar.

Meskupin mempunyai peluang dan kelebihan yang tinggi agroindustri masih dihadapkan pada berbagai permasalahan baik permasalahan yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri. Permasalahan di dalam negeri antara lain :
  1. Kurang tersedianya bahan baku secara kontinyu
  2. Kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan
  3. Kurang konsistennya kebijakan pemerintah terhadap agroindustri
  4. Kurangnya fasilitas permodalan
  5. Keterbatasan pasar
  6.  Lemahnya infrastruktur
  7. Kurangnya penelitian dan  pengembangan produk
  8. Lemahnya keterkaitan antara industri hulu dan industri hilir
  9. Kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing
  10. Lemahnya entrepreneurship
Permasalahan yang berasal dari luar negeri merupakan dampak dari adanya perdagangan bebas. Pada era perdagangan bebas semua negara mempunyai peluang yang sama sehingga masing-masing negara akan bersaing memperebutkan pasar dunia. Tiap-tiap negara akan berusaha meningkatkan kualitas dan efisiensi produknya agar mempunyai keunggulan komparatif dan kempetitif, sehingga hanya negara majulah yang akan memenangkan persaingan terswebut. Negara-negara maju, dengan alasan melindungi kesehatan dan keselamatan konsumen telah menetapkan standar mutu internasional seperti ISO 9000, ISO 14.000, HACCP (Haazard Analysis and Critical Control Point), Nutritional Labelling and Education Act dan  HAM (Hak Azasi Manusia). Standar mutu internasional tersebut dirasakan oleh Negara-negara berkembang sebagai suatu hambatan non tarif.

Prospek Pengembangan Sistem Agriindustri  Di Indonesia

Dilihat dari berbagai aspek, seperti potensi sumberdaya yang dimiliki, arah kebijakan pembangunan nasional, potensi pasar domestik dan internasional produk-produk agroindustri, dan peta kompetisi dunia, Indonesia memiliki prospek untuk mengembangkan sistem agroindustri. Prospek ini secara aktual dan faktual ini didukung oleh hal-hal sebagai berikut:

Pertama, pembangunan sistem agroindustri di Indonesia telah menjadi keputusan politik. Rakyat melalui MPR telah memberi arah pembangunan ekonomi sebagaimana dimuat dalam GBHN 1999-2004 yang antara lain mengamanatkan pembangunan keunggulan komparatif Indonesia sebagai negara agraris dan maritim. Arahan GBHN tersebut tidak lain adalah pembangunan sistem agroindustri.

Kedua, pembangunan sistem agroindustri juga searah dengan amanat konstitusi yakni No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999 dan PP 25 tahun 2000 tentang pelaksanaan Otonomi Daaerah. Dari segi ekonomi, esensi Otonomi Daerah adalah mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan mendayagunakan sumberdaya yang tersedia di setiap daerah, yang tidak lain adalah sumberdaya di bidang agroindustri. Selain itu, pada saat ini hampir seluruh daerah struktur perekonomiannya (pembentukan PDRB, penyerapan tenagakerja, kesempatan berusaha, eskpor) sebagian besar (sekitar 80 persen) disumbang oleh agroindustri (agribinsis).

Ketiga, Indonesia memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dalam agroindustri. Kita memiliki kekayaan keragaman hayati (biodivercity) daratan dan perairan yang terbesar di dunia, lahan yang relatif luas dan subur. Dari kekayaan sumberdaya yang kita miliki hampir tak terbatas produk-produk agroindustri yang dapat dihasilkan dari bumi Indoensia. Selain itu, Indonesia saat ini memiliki sumberdaya manusia (SDM) agroindustri, modal sosial (kelembagaan petani, local wisdom, indegenous technologies) yang kuat dan infrastruktur agroindustri / agribisnis yang relatif lengkap untuk membangun sistem agroindustri / agribisnis.

Keempat, pembangunan sistem agroindustri / agribisnis yang berbasis pada sumberdaya domestik (domestic resources based, high local content) tidak memerlukan impor dan pembiayaan eksternal (utang luar negeri) yang besar. Hal ini sesuai dengan tuntutan pembangunan ke depan yang menghendaki tidak lagi menambah utang luar negeri karena utang luar negeri Indonesia yang sudah terlalu besar.

Kelima, dalam menghadapi persaingan ekonomi global, Indonesia tidak mungkin mampu bersaing pada produk-produk yang sudah dikuasai negara maju. Indonesia tidak mampu bersaing dalam industri otomotif, eletronika, dll dengan negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Jerman atau Perancis. Karena itu, Indonesia harus memilih produk-produk yang memungkinkan Indonesia memiliki keunggulan bersaing di mana negara-negara maju kurang memiliki keunggulan pada produk-produk yang bersangkutan. Produk yang mungkin Indonesia memiliki keunggulan bersaing adalah produk-produk agribisnis, seperti barangbarang dari karet, produk turunan CPO (detergen, sabun, palmoil, dll). Biarlah Jepang menghasilkan mobil, tetapi Indonesia menghasilkan ban-nya, bahan bakar (palmoil diesel), palmoil-lubricant